Membangun (lagi) Generasi Intelektual Muda Islam

pemudaDitulis oleh Pangestu B Darmo

Pernah ada dalam sejarah peradaban manusia, dimana Islam mengalami kejayaan dan menjadi penguasa pada zaman tersebut. Menjadi rujukan seantero bumi ini dan dinasti Abbasiyah tampil sebagai protagonis dengan peradaban yang ada di Baghdad ataupun Andalusia.

Tingginya peradaban tersebut hingga digambarkan bahwa Baghdad ialah kota intelektual dan para sarjana dari berbagai negeri datang berduyun-duyun untuk menimba ilmu di kota tersebut. Sama halnya dengan Andalusia, ketika London yang dianggap sebagai salah satu kota utama di Eropa masih dalam kondisi yang kumuh, gelap dan becek di malam hari, Andalusia telah tumbuh dan maju pesat layaknya pasar malam di benua Eropa.

Keilmuan berdasarkan keimanan

Sesungguhnya tidak ada pertentangan antara ilmu dan islam, justru ilmu akan menguatkan keislaman itu sendiri. Seperti kisah penciptaan manusia (al-Mu’minun:14) yang akhirnya dikuatkan oleh ilmu pengetahuan modern atau kisah Musa AS yang mencari Khidir AS di pertemuan dua lautan yang tidak saling tercampur yang dibenarkan oleh ilmu kelautan modern.

Pemahaman ini telah mengantarkan islam menjadi imperium pada masanya. Masa ini telah mencetak tokoh-tokoh macam Ibnu sina, Al Kindi, Al-Farabi, Imam Al-Ghazali dan tokoh-tokoh lainnya yangtidak hanya ahli dibidang ilmu pengetahuan bahkan juga ilmu agama.

Baghdad, sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota dunia, Baghdad merupakan professor masyarakat Islam. Al-Manshur (khilafah islam ketika itu) memerintahkan penerjemahan buku-buku ilmiah dan kesusastraan dari bahasa asing: India, Yunani lama, Bizantium, Persia, dan Syiria. Para peminat ilmu dan kesusastraan segera berbondong-bondong datang ke kota ini.[1]Sayangnya imperium ini mengalami kehancuran di tangan pasukan Mongol.

Pemuda dan tantangan masa kini

Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata;

Sesungguhnya tampilnya agama karena tampilnya ummat

Tampilnya ummat karena tampilnya pemuda

Tampilnya pemuda karena kemuliaan akhlak, pemikiran dan aqidahnya Continue reading

Islam menjawab tantangan zaman

Oleh: Muhammad Fatkhurrozi

Zaman terus berkembang. Alat pemuas kebutuhan manusia juga semakin kompleks. Dari sini timbul suatu pernyataan bahwa aturan manusia harus disesuaikan dengan zaman. Islam yang digadang-gadang dapat menyelesaikan segala problema kehidupan pun dirasa tidak acceptable lagi. Pasalnya, Islam dianggap hanya cocok untuk kondisi ketika dulu diturunkan, yakni abad ke-7 M di tanah Arab.

Hakikat manusia

Tidak bisa dibayangkan aktifitas manusia yang tidak memiliki motif. Setiap aktifitas manusia memiliki motif yang unik, dia dianggap memenuhi dua dorongan dasar dalam diri manusia. Dorongan tersebut bisa dibagi menjadi dua: needs dan wants[2]. Dorongan tersebut sifatnya given atau dari sononya. Tidak ditemukan manusia, dari zaman Nabi Adam main kelereng hingga SBY main twitter, yang tidak mewarisi sifat tersebut.

Needs (kebutuhan) identik dengan pemenuhan karakter biologis manusia: makan, minum, buang air, dan bernapas. Wants (keinginan) identik dengan sifat naluriah manusia: nafsu berkuasa, hasrat untuk berhubungan seksual, dorongan untuk berdoa, dan sebagainya. Naluri ini kemudian dibagi menjadi tiga besar [1]:

  1. Naluri mempertahankan diri, yakni naluri yang membuat manusia cenderung berkuasa dan tidak ingin dianggap remeh. Sebagai contoh rasa ingin tidak mau kalah dalam debat, kuliah untuk mendapat pendidikan tinggi dan tidak ingin dianggap orang bodoh.
  2. Naluri melestarikan keturunan, yakni naluri yang membuat manusia cenderung menyayangi sesama dan menyukai lawan jenis. Contohnya sukanya perempuan pada laki-laki, rasa sayang ibu pada anak.
  3. Naluri beragama, yakni naluri yang membuat manusia cenderung menyucikan sesuatu, menganggap sesuatu lebih dari dirinya. Misalnya dorongan pada diri seseorang untuk berdoa ketika ada ancaman atau seseorang yang terdorong mengidolakan artis.

Perbedaan antara needs dan wants dirangkum dalam tabel berikut:

Kebutuhan –

Needs

Keinginan –

wants

Pemenuhan Terbatas Tidak terbatas
Faktor pemicu Internal External
Akibat tidak dipenuhi Kerusakan fisik,

bahkan mati

Resah, galau

 

Karena bersifat inherent, maka tidak ada satupun manusia yang hidup tanpa kedua dorongan tersebut. Manusia hanya hidup untuk memenuhi keduanya, maka tidak satupun aktifitas manusia yang luput dari motif needs dan wants [1].

Sebagai contoh, manusia abad 21 mulai mengenal kerja di kantor. Mereka berdasi, membawa mobil, dan mengisi absensi elektronik. Namun secara simpel, aktifitas mereka sebenarnya hanya untuk memenuhi kebutuhan salah satunya pangan. Ini tidak jauh beda dengan manusia abad nomaden yang menyelesaikan problem pangan hanya dengan menghabisi sumber makanan dari wilayah ke wilayah lain. Continue reading

Riya’, Waspadalah! Waspadalah!

riyaDitulis oleh Latifah Nurul Q.

Dikisahkan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullaah SAW bersabda:

Sesungguhnya orang yang pertama akan diadili oleh Allah adalah seseorang yang mati syahid (di mata manusia), maka orang ini didatangkan (menghadap Allah), diberitahukan kepadanya nikmat-nikmatNya dan iapun mengetahuinya. Maka Allah bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di dalam nikmat tersebut?” Maka ia menjawab, “Sungguh aku telah berperang karena Engkau, sehingga aku mati syahid.” Maka Allah berfirman: “Engkau dusta. Akan tetapi engkau berperang supaya dikatakanpemberani dan pujian itu telah engkau dapatkan,” kemudian orang ini diperintahkan agar dicampakkan wajahnya ke dalam api neraka. Kemudian orang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur’an, maka orang ini didatangkan (menghadap Allah), diberitahukan kepadanya nikmat-nikmatNya dan iapun mengetahuinya. Maka Allah bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di dalam nikmat tersebut?” Orang ini menjawab,”Sesungguhnya aku telah mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan aku membaca Al Qur’an karena Engkau.” Maka Allah menjawab, “Engkau berdusta, akan tetapi engkau belajar ilmu agar dikatakan ‘alim dan membaca Al Qur’an supaya dikatakan qari’, dan pujian itu telah engkau dapatkan.” Kemudian orang ini diperintahkan agar dicampakkan wajahnya ke dalam api neraka. Kemudian orang yang diberi keluasan rizki oleh Allah, maka Allah memberikan kepadanya berbagai macam harta. Maka orang ini didatangkan (menghadap Allah), diberitahukan kepadanya nikmat-nikmatNya dan iapun mengetahuinya. Maka Allah bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di dalam nikmat tersebut?” Orang ini menjawab, “Tidaklah aku meninggalkan satu jalan yang Engkau cintai untuk diinfakkan di dalamnya, kecuali aku menginfakkan di jalan tersebut karena Engkau,” maka Allah berfirman, “Engkau dusta, akan tetapi engkau berinfak supaya dikatakan dermawan dan pujian itu telah dikatakan.” Kemudian orang ini diperintahkan agar dicampakkan wajahnya ke dalam api neraka (HR. Muslim)

Bukankan ketiga orang ini melakukan amalan yang mulia? Pun mereka sudah bersusah payah melakukannya? Lalu, kenapa mereka dicampakkan Allah ke dalam neraka? Ya, tiada lain karena mereka melakukannya bukan karena Allah semata, tetapi karena ingin dipandang manusia. Itulah yang disebut dengan riya’.

Rasulullah SAW sangat mengkhawatirkan bahaya riya’ atas umat Islam ini, lebih dari kekhawatiran beliau terhadap bahaya Dajjal. Beliau bersabda: Continue reading